.... carpe diem ....

setapak jejak menuju karya

24 Desember 2008

Melongok Anak Krakatau

Oleh Anita Yossihara
(Dimuat di Harian Kompas, 2 Desember 2008)

Awan putih menggantung di langit Selat Sunda yang terlihat biru bersih, Sabtu akhir pekan lalu. Samar-samar terlihat gunung berwarna kelabu yang berdiri kokoh di tengah laut, diapit tiga bukit hijau. Para wisatawan berhamburan keluar dari dalam Kapal Motor Penumpang Jatra III, dan memenuhi geladak kapal. “Waw,” decak kagum para wisatawan saat melihat gugusan gunung di tengah laut yang semakin dekat. Dari pengeras suara kapal terdengar pemandu menunjukan gunung berwarna abu-abu itu adalah Gunung Anak Krakatau.

Wisatawan pun berlomba untuk mengabadikan kemegahan gunung berapi yang berdiri kokoh di tengah laut. Sebagian berpose di tepi kapal dengan Gunung Anak Krakatau sebagai latar belakang. Semua seakan tak ingin tertinggal untuk menikmati pesona gugusan pulau di sisi barat Provinsi Banten itu.

Krakatoa, begitu orang barat menyebut gugusan gunung yang membelah Selat Sunda. Ketenaran namanya membuat banyak orang penasaran, bahkan meraba-raba wujud Krakatau sebenarnya.

Para sineas barat pun mencoba menggambarkan sosok Krakatau. Setidaknya ada tiga judul film yang dibuat untuk menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi pada gunung berapi itu. Bahkan seorang penulis kelahiran Skotlandia, Simon Winchester, mencoba merangkum dengan apik cerita dan fakta seputar Krakatau. Cerita yang dilengkapi fakta-fakta ilmiah disuguhkan dalam sebuah buku berjudul, Krakatoa, The Day the World Exploded: August 27, 1883 yang diterjemahkan dalam buku berbahasa Indonesia dengan judul, “Krakatau, Ketika Dunia Meledak, 27 Agustus 1883”.

Nama Krakatau menjadi terkenal setelah meletus pada 27 Agustus 1883 lampau. Letusan mahadahsyat, yang menimbulkan bencana paling besar kala itu. Para ahli mencatat, suara letusan Krakatau terdengar hingga radius 4.600 kilometer dari pusat ledakan di Selar sunda. Krakatau meletus diikuti dengan tsunami yang menyapu lebih dari 295 kampung di pesisir pantai barat Banten, dari Merak, Anyer, Labuan, Panimbang, Ujung Kulon, hingga Cimalaya di Karawang, Jawa Barat. Kawasan di selatan Sumatera pun tak luput dari gelombang tsunami akibat meletusnya Gunung Krakatau. Lebih dari 36.000 jiwa menjadi korban dalam bencana besar itu.

Tsunami juga meluluhlantakkan pelabuhan kecil di Anyer, tempat Gubernur Jendral Herman Willem Daendels menambatkan perahunya pada Januari 1808. Mercusuar di tepi pantai Anyer pun tak luput dari amukan Krakatau. Mercusuar itu patah dan terlempar hingga ke daerah perbukitan di atas Anyer.

Sebelum meletus, Krakatau merupakan sebuah pulau besar yang terbentuk dari tiga gunung berapi, yakni Rakata, Perbuatan, dan Danan. Setelah meletus, Gunung Perbuatan dan Danan serta sebagian Rakata lenyap.

Letusan menyisakan tiga pulau yang diberi nama Pulau Sertung, Pulau Rakata atau Krakatau Besar, dan Pulau Panjang atau Krakatau Besar. Rakata yang terletak paling selatan merupakan pulau dengan bukit tertinggi, yakni mencapai 813 meter di atas permukaan laut. Adapun tinggi Pulau Panjang di utara Rakata hanya 132 meter, dan Pulau Sertung di barat laut Rakata memiliki ketinggian 182 meter di atas permukaan laut.

Sekitar 44 tahun kemudian, yakni pada Desember 1927 muncul semburan baru di tengah-tengah ketiga pulau pecahan Krakatau Purba. Gunung berapi baru itupun kemudian diberi nama Gunung Anak Krakatau, yang kini memiliki ketinggian lebih kurang 315 meter di atas permukaan laut.

Eksotis Setelah 125 tahun Krakatau Purba meletus, terdapat empat pulau yang tersisa untuk dinikmati di Kepulauan Krakatau itu. Pulau Rakata di sisi selatan, Sertung di sisi barat laut, Pulau Panjang di Timur Laut dengan Anak Krakatau berada di tengah-tengahnya. Gugusan pulau yang menjulang di tengah laut itu terlihat eksotis. Perjalanan panjang menerjang ombak akan terobati setelah melihat pesona Krakatau.

Awan putih seakan tak pernah lepas menggantung di atas Gunung Anak Krakatau. Burung-burung camar yang beterbangan di atas gunung menambah keindahan yang dipancarkan dari tengah Selat Sunda. Burung-burung itupun menandakan Anak Krakatau sudah aman untuk didekati. Laut yang seakan memeluk gunung, terlihat biru bersih. Hingga berbagai jenis ikan yang berenang di bawah laut pun nampak jelas dari atas kapal.

Ada banyak cara untuk menikmati eksotisme Krakatau. Salah satunya dengan cara berkeliling, melihat keindahannya dari atas kapal. Tanpa harus turun ke kaki gunung, wisatawan suudah bisa mengabadikan pesona Anak Krakatau dari atas kapal. Tapi jika ingin menikmati pemandangan yang lebih indah, cobalah untuk turun di Pulau Rakata atau bahkan di kaki Gunung Anak Krakatau. Tentu saja harus tetap mengindahkan peringatan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, atau Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau. Wisatawan bisa berkemah di Pulau Rakata, yang biasa digunakan untuk transit nelayan. Selain menikmati deburan ombak Selat Sunda, di Rakata wisatawan juga bisa berpesta ikan bakar bersama nelayan. Tapi jangan lupa membawa perbekalan, karena tidak ada penjual makanan di sana.

Bila cuaca baik, wisatawan juga bisa menyelam di perairan Krakatau. Berbagai macam biota laut akan terlihat lebih indah, karena perairan Krakatau cukup terjaga dari kerusakan. Pemandangan di tengah Selat Sunda akan bertambah mempesona saat matahari tenggelam. Bola matahari yang dikelilingi semburat jingga, akan terlihat lebih dekat dari Pulau Rakata. Singgah di kaki Gunung Anak Krakatau juga bisa dijadikan pilihan saat melancong ke Selat Sunda. Pantai berpasir hitam di kaki Anak Krakatau cukup nyaman untuk beristirahat. Meski Anak Krakatau terlihat tandus, namun pantai di kaki gunung cukup sejuk. Pantai dikelilingi hutan berisi pohon pinus, kelapa, dan beberapa jenis tumbuhan lainnya. Hutan itu juga dihuni berbagai jenis binatang, seperti kupu-kupu, burung, biawak, ular, dan hewan melata lainnya. Keberadaan hewan-hewan itu menunjukan kondisi Anak Krakatau sudah aman, setelah aktivitasnya meningkat pada awal tahun lalu.

Jika mendapat izin mendekat, cobalah untuk mendaki Gunung Anak Krakatau. Dari kaki bukit akan terlihat bukit pasir bak sabuk yang mengelilingi puncak Gunung Anak Krakatau. Selepas mata memandang, hanya terlihat hamparan pasir hitam yang menyerupai pecahan batu bara. Keelokan lain akan terlihat setelah sekitar 200 meter mendaki Anak Krakatau. Laut di bawah gunung terlihat menyerupai danau biru yang dikelilingi gugusan pulau. Bukit di bawah puncak gunung terlihat seperti lengkungan yang dekat dengan langit.

Pemandangan yang membuat hati terus mengagumi kebesaran Yang Kuasa, karena keindahan Krakatau yang nyaris tanpa cela. Udara panas dan biaya mahal pun terbayar setelah melihat keelokan Kepulauan Krakatau.

Tidak perlu bersusah payah untuk melancong menikmati keindahan Krakatau. Kini, beberapa hotel di kawasan Anyer-Carita, seperti Patra Jasa, Mambruk, Nuansa Bali, dan Marina, menawarkan paket wisata Krakatau. Cukup dengan membayar ongkos Rp 300.000 per orang, wisatawan sudah bisa diantar melancong ke Selat Sunda. “Tapi itu hanya biaya transportasi dari Anyer ke Krakatau saja,” ujar Agus Santoso dari Hotel Patra Jasa Anyer sekaligus Sekretaris PHRI Banten.

Perjalanan menuju Krakatau juga bisa dilakukan dengan menyewa kapal nelayan atau kapal motor penumpang lainnya. Biaya sewa kapal beserta awaknya berkisar antara 2,5 juta hingga 6 juta per hari, tergantung kapasitas kapal. Butuh waktu antara 2-2,5 jam untuk perjalanan menuju Krakatau, dari Anyer ataupun Carita. Akan lebih baik bila lawatan ke Krakatau dilakukan pada musim kemarau, dari bulan Mei hingga September.

03 Desember 2008

MENYUSURI KEINDAHAN PANTAI BARAT BANTEN

Oleh : Anita Yossihara
(Dimuat di Harian Kompas, 2 Februari 2008)
Bagi para penyuka tantangan dan perjalanan, Pantai Barat Banten bisa menjadi pilihan untuk berlibur melepas penat dan segala persoalan yang biasa dihadapi sehari-hari. Pantai yang membentang sepanjang Anyer, Carita, Labuan, Panimbang, Tanjung Lesung, hingga Sumur di perbatasan Ujung Kulon di Provinsi Banten memiliki keindahan yang menarik untuk dinikmati. Perjalanan bisa diawali dari Cilegon atau Serang. Jika ingin melihat pemandangan di kompleks industri kimia, keluar melalui pintu Tol Cilegon Timur atau Cilegon Barat, lalu menyusuri jalan negara, Jalan Raya Cilegon-Pasauran. Tetapi, jika ingin menghirup udara sejuk perbukitan dan menikmati panorama pedesaan, bisa dicoba melalui jalan alternatif yang menghubungkan Kota Serang dengan Kecamatan Anyar. Keluar pintu Tol Serang Timur atau Serang Barat, menuju jalan lingkar selatan, dan masuk jalan alternatif dari simpang Taktakan. Pemandangan pantai mulai terlihat setelah memasuki daerah Kecamatan Anyar. Sejumlah pantai untuk umum berjajar dari Desa Anyar hingga ujung Kecamatan Carita di Pandeglang. Hanya dengan membayar tiket Rp 3.000 hingga Rp 10.000, setiap pengunjung sudah bisa menikmati berlibur tanpa batas waktu. Mereka juga bisa berenang sepuasnya. Sejauh mata memandang, terlihat bebatuan karang hitam menyembul di antara pasir dan hamparan biru laut. Deretan perahu-perahu nelayan tradisional terlihat di sejumlah muara sungai. Singgahlah sejenak di muara Pasauran untuk melihat dari dekat kehidupan nelayan. Biasanya, menjelang tengah hari, anak-anak nelayan akan berenang membantu memikul bakul penuh ikan, hasil melaut orangtua mereka. Jika ingin menikmati keunikan batu karang, datanglah ke Pantai Karang Bolong di Desa Karang Bolong, Cinangka. Pantai ini menyuguhkan pemandangan batu karang besar yang berlubang pada bagian tengahnya. Hamparan biru laut dengan riak ombak putih menjadi lebih memesona saat dipandang dari balik Karang Bolong. Batu karang setengah lingkaran terlihat seperti bingkai lukisan laut yang membiru. Tidak hanya itu, setiap pengunjung diperbolehkan menaiki bukit karang. Dari puncak bukit karang akan terlihat seonggok batu karang besar yang menyerupai kapal terdampar. Memasuki kawasan Pantai Carita, pesona lain tersuguh di depan mata. Di kawasan pesisir Pantai Carita dipenuhi pasir berwarna putih. Berbagai permainan pantai, lengkap dengan jasa penyewaan alat permainan, juga ada di Carita. Satu buah jetski, yang bisa ditumpangi dua orang, disewakan dengan harga Rp 150.000 per 15 menit. Begitu pula satu banana boat berkapasitas lima orang, disewakan dengan harga Rp 150.000 per 15 menit. Lelah bermain, pengunjung bisa beristirahat di tepian pantai sambil menikmati kelapa muda utuh yang dijual dengan harga Rp 3.000-Rp 5.000 per buah. Berbagai makanan laut, seperti ikan bakar, cumi bakar, dan kepiting laut, bisa dinikmati dengan harga kurang dari Rp 30.000 per orang. Apabila ingin berlama-lama menikmati Anyer-Carita, tersedia banyak penginapan dengan pilihan harga dan fasilitas. Khusus untuk penginapan, saat ini, pengunjung bisa menawar harga sewa kamar. Wisata Ujung Kulon Namun, bila masih penasaran dengan pesona pantai barat, harus melanjutkan perjalanan hingga Ujung Kulon. Ada dua pilihan tujuan, yakni kawasan wisata Tanjung Lesung atau Pulau Umang di Ujung Kulon. Di lokasi itu, tempat matahari terbenam terasa semakin dekat. Untuk menuju Tanjung Lesung dibutuhkan waktu sekitar satu jam dari kawasan Carita. Perjalanan menyusuri jalan negara dari Carita, Labuan, Panimbang, Citeureup, lalu tiba di Tanjung Lesung. Hamparan lautan biru menjadi pemandangan di sepanjang jalan menuju Tanjung Lesung. Aktivitas warga di perkampungan nelayan juga kembali terlihat di muara Panimbang, terutama jika dilihat dari jembatan Panimbang. Laut serasa semakin dekat memasuki daerah Citeureup, masih di Kecamatan Panimbang. Abrasi membuat ombak terasa mengempas jalan raya yang dilintasi. Di kejauhan terlihat bagan-bagan bambu nelayan berjajar di belakang di tepi laut. Pusat Desa Citeureup itulah pintu masuk menuju Desa Tanjung Jaya, lokasi kawasan wisata Tanjung Lesung. Beberapa menit dari pertigaan akan terpampang papan kayu bertuliskan "Kawasan Desa Wisata Cipanon". Cipanon merupakan sebuah kampung di Tanjung Jaya, yang sudah menjadi kawasan wisata. Sekitar 1 kilometer dari perkampungan penduduk terlihat sejumlah bangunan megah. Itulah kompleks peristirahatan di tepi pantai yang dikelola swasta. Jika ingin berlibur di Tanjung Lesung, ada dua pilihan untuk menginap. Di rumah-rumah penduduk yang dibuat semacam home stay dengan tarif Rp 100.000 per malam, atau menginap di vila, hotel, maupun resor dengan tarif Rp 500.000-Rp 1,5 juta per malam. Bukan hanya pemandangan laut yang bisa dinikmati selama berlibur. Pengunjung bisa meminta diantarkan untuk melihat lokasi konservasi terumbu karang di tengah laut. "Ada tiga lokasi transplantasi karang di daerah ini, yaitu Karang Gundul, Tanjung Lesung, dan Pulau Liungan," kata Pongke, seorang penggiat lingkungan yang juga menyediakan penginapan di rumahnya. Untuk berkeliling melihat terumbu karang, warga menyediakan jasa sewa perahu berkapasitas 15 orang seharga Rp 500.000. Selain menikmati keindahan terumbu karang, pengunjung juga bisa belajar cara transplantasi karang. Apabila diminta, perahu bisa mengantar pengunjung untuk memancing, menyelam, atau berenang di tengah laut. Namun peralatan harus disediakan sendiri karena belum ada penyewaan alat selam di sana. Selain itu, perahu warga desa juga siap mengantar berkeliling melihat kepulauan di Ujung Kulon. Satu kali perjalanan menuju Pulau Peucang butuh waktu tiga jam berlayar. Tarif sewa perahu dipatok Rp 3 juta pergi-pulang. Fasilitas yang disediakan hotel, resor, maupun vila di Tanjung Lesung lebih lengkap dibanding di desa wisata. Mereka juga menyediakan paket wisata bersatu dengan alam, seperti berkeliling melihat terumbu karang, memberi makan camar, menyelam, dan berbagai olahraga air lainnya. Seluruh peralatan olahraga disediakan pengelola Tanjung Lesung. Pulau Umang Apabila memilih berlibur ke Pulau Umang, perjalanan dari Citeureup harus dilanjutkan menuju Kecamatan Sumur di perbatasan Ujung Kulon. Diperlukan waktu sekitar 2,5 jam perjalanan dari Carita, atau 1,5 jam dari Tanjung Lesung. Sesampai di perkampungan nelayan Sumur, pulau kecil berpasir putih akan langsung menyita perhatian. Dari sisi pulau terlihat gazebo-gazebo kecil tertata apik dan indah. Itulah Pulau Umang, sebuah pulau seluas 5 hektar yang disulap menjadi tempat peristirahatan mewah. Butuh waktu 10-15 menit untuk menyeberang dengan menggunakan perahu kecil, dari Sumur menuju Pulau Umang. Banyak pesona yang dapat dinikmati sesampai di Pulau Umang. Pemandangan matahari terbit dan tenggelam bisa dinikmati sekaligus di pulau yang termasuk kawasan wisata Ujung Kulon. Hamparan pasir putih dan laut biru di ujung paling barat Pulau Jawa jangan sampai dilewatkan begitu saja. Pengalaman lain yang nyaman untuk dicoba adalah beristirahat di vila berbentuk rumah panggung dari kayu, dengan harga sewa rata-rata Rp 1,5 juta per malam. Atau makan di restoran terbuka bersama dengan burung-burung kecil, yang kadang mendekat di sekitar kita. Seperti tempat wisata pantai lain, di Pulau Umang, pengunjung juga bisa menyewa jestki dan banana boat dengan harga rata-rata Rp 150.000 per 15 menit. Pengunjung bisa menyelam melihat terumbu karang di dekat Pulau Oar, atau berkeliling melihat daratan Ujung Kulon. Pesisir barat Pulau Jawa memang menawarkan pesona alam yang menakjubkan. Pemandangan laut, gunung, hutan, dan bukit lengkap berada di sana. Jadi tak perlu ragu untuk menyusuri keindahan alamnya. (Anita Yossihara)