.... carpe diem ....

setapak jejak menuju karya

18 Februari 2008

Menikmati Sisa-sisa Eksotisme Pesisir Utara Banten

Oleh Anita Yossihara
(termuat di harian Kompas edisi 20 April 2007)
Sinar matahari di Pelabuhan Merak begitu terik hari Kamis (19/4) siang kemarin. Debu-debu beterbangan saat kendaraan-kendaraan besar melintasi pintu masuk Jalan Raya Merak Bojonegara. Tak ada yang terasa, kecuali panas, gerah, dan kumuh.
Sepanjang jalan yang terlihat hanyalah hamparan laut yang dipenuhi kapal-kapal tongkang. Tabung-tabung besar berisi zat kimia juga menjadi pemandangan di sebelah barat jalan. Sementara di sebelah timur terlihat bukit-bukit tandus yang sebagian telah gundul, tanpa tanaman.
Cuaca mulai terasa sedikit sejuk saat memasuki Desa Pulorida, Kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon, yang berjarak 5 kilometer dari Pelabuhan Merak. Pohon-pohon besar tumbuh di sisi kanan dan kiri jalan, membuat teduh badan jalan yang sebenarnya sangat berdebu.
Dari kejauhan mulai terlihat hamparan pasir putih dan batu karang hitam. Beberapa rumah panggung yang terbuat dari kayu berdiri kokoh di pelataran berpasir putih. Di atas pintu pagar terlihat papan kecil bertuliskan "Pantai Pulorida".
Jika tidak ada papan petunjuk, mungkin tidak ada yang tahu jika daerah itu merupakan tempat wisata. Apalagi kemarin pintu masuk Pantai Pulorida terkunci rapat. "Kalau hari-hari biasa seperti ini, pantai memang tidak dibuka. Hanya hari Sabtu, Minggu, dan hari libur, pintu masuk itu dibuka," tutur Nasriani, seorang warga yang bermukim di seberang Pantai Wisata Pulorida.
Padahal, dari tepi Pantai Pulorida, pengunjung bisa menikmati pemandangan dan aktivitas di Selat Sunda. Selain perahu nelayan, pengunjung juga dapat menikmati kapal-kapal besar berikut kapal tongkang yang kebetulan berlabuh di dekat pantai.
Selain wisata pantai, Pulorida justru lebih terkenal sebagai tempat hiburan malam. Sebuah hotel yang dilengkapi dengan restoran, diskotek, dan sarana hiburan lainnya kerap menjadi tempat wisata orang yang kebetulan singgah di Pelabuhan Merak.
Tidak sedikit pula warga sekitar Pulorida, mulai dari Merak, Cilegon, hingga Serang, yang menghabiskan malam di hotel tersebut. Maklum saja, biaya masuk tempat hiburan di Pulorida relatif murah dan terjangkau. Untuk bisa masuk ke diskotek, seorang pengunjung cukup membayar Rp 20.000.
Pantai Kelapa Tujuh
Pulorida bukan satu-satunya tempat wisata yang bisa disinggahi di sepanjang jalan alternatif Merak-Bojonegara. Sekitar dua kilometer dari Pulorida terdapat sebuah pantai bernama Kelapa Tujuh. Namun, warga di sana lebih sering menyebut pantai Kelapa Pitu atau pantai kompleks. Menurut cerita turun-temurun, nama Kelapa Pitu diambil dari asal muasal pantai wisata itu. "Dulu, sekitar tahun 1970-an, Haji Sarmani si pemilik tanah hanya menanam tujuh pohon kelapa. Jadi, saat itu pohon kelapanya tidak sebanyak sekarang, hanya tujuh buah saja," tutur Sapri, warga Desa Suralaya, Kecamatan Pulomerak.
Adapun sebutan Pantai Kompleks terbentuk setelah PT Indonesia Power Suralaya membangun kompleks perumahan di sekitar pantai tersebut. Tidak seperti pantai-pantai pada umumnya, Pantai Kelapa Tujuh lebih teduh dan sejuk. Tepian pantai berpasir putih itu dipenuhi pepohonan rindang berusia tua.
Pengunjung bisa leluasa duduk di bawah pohon rindang, sambil menikmati pemandangan Selat Sunda. Dari pantai itu pula bisa terlihat jajaran cerobong asap milik PLTU Suralaya. Seperti Pantai Pulorida, Kelapa Tujuh selalu ramai dikunjungi warga pada akhir pekan dan hari libur lainnya.
"Di sini pantainya adem, enggak sumpek. Pedagangnya juga teratur, tempat jualannya rapi. Biasanya kalau di pantai selalu banyak pedagang asongan yang menawari barang. Jadi, kita susah buat santainya," kata Ita Rosita, seorang warga Gerem, Cilegon, yang mengaku sering datang ke Pantai Kelapa Tujuh.
Pantai Salira
Berjalan sepanjang tiga kilometer dari Pantai Kelapa Tujuh, kita sudah bisa menemukan lagi pantai wisata lain. Pantai wisata yang terletak di Desa Salira, Kecamatan Puloampel, Kabupaten Serang, itu dikenal dengan nama Salira Indah. Setelah membayar tiket masuk seharga Rp 4.000 untuk orang dewasa, dan Rp 3.000 untuk anak-anak, pemandangan pantai utara Banten sudah bisa dinikmati.
Hampir sama dengan Kelapa Tujuh, cuaca di Pantai Salira juga terasa sejuk. Sinar matahari tidak bisa langsung menyengat kulit karena tepian pantai dipenuhi pohon nyiur dan pepohonan rindang lainnya. Selain untuk berwisata, pantai yang juga berpasir putih ini lebih sering digunakan sebagai tempat kemping. Biasanya, para pengunjung bermalam di saung (gubuk) terbuka yang berada di tepi pantai. "Kebanyakan anak muda memilih kemping di sini. Cukup menyewa tenda yang sudah disediakan. Kalau musim libur sekolah, biasanya penuh terus," tutur Euis, salah seorang warga yang turut mengelola tempat wisata itu.
Dari tempat ini, pengunjung juga bisa membawa pulang oleh-oleh berbagai jenis bonsai. Salah satu yang menarik adalah bonsai pohon kelapa gading yang dijual seharga Rp 10.000 hingga jutaan rupiah. Bonsai pohon lain, seperti beringin dan kamboja jepang, juga dapat dibeli dari harga yang termurah Rp 10.000 hingga yang termahal, bisa di atas Rp 6 juta.
Dahulu, keindahan pantai-pantai di pesisir utara Banten ini memang cukup tersohor. Namun, kini keindahan itu tersisih dengan banyaknya industri yang dibangun di sepanjang pesisir pantai Merak-Bojonegara.
Meski pemandangan pantai tidak lagi seindah dulu, sisa-sisa eksotisme pantai utara masih tetap dapat dinikmati. Setidaknya, lokasi wisata ini bisa dijadikan tujuan alternatif bagi warga Jakarta dan sekitarnya jika jalur lalu lintas Bogor- Pucak padat. Tidak ada salahnya kawasan ini juga dikunjungi.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

saya juga pernah ke pantai pulorida yg sering ditulis florida..tapi waktu sd.
yg saya ingat itu pltu suralaya??
pantainya lumayan dan ada pasar ikan klo ga salah

rizki mussalam mengatakan...

wahh kayaknya enak tuhh ... !!! mungkin akhir feb ingin ke situ ,, !! ad referensi untuk htm per orang atau pun rombongan ??? terima kasih.